Oleh : Rizal Dharma S., S.Pd.
follow : @rizal_dharma
Bapak dan ibu yang baik hatinya, mari kita tanyakan kepada anak kita bagaimana rasanya harus tahu soal-soal seperti dibawah ini …
follow : @rizal_dharma
Bapak dan ibu yang baik hatinya, mari kita tanyakan kepada anak kita bagaimana rasanya harus tahu soal-soal seperti dibawah ini …
Apa nama ibu kota Jambi ?....
Apa nama ibukota Lampung ?....
Apa nama ibukota Bengkulu ?....
Apa nama ibukota Papua ?....
Tanggal berapa Indonesia memperoleh kedaulatannya?....
terus tanyakan hingga anak kita memperoleh 50 pertanyaan
kognitif tingkat rendah seperti diatas. Jawabannya Insya Allah mengerucut pada
satu hal : IPS ITU SUSAH & MENYEBALKAN.
Atau sesekali berilah 50 soal seperti ini :
2 + 2 = ….
3 + 5 = ….
4 + 7 = ….
dan seterusnya. Jawabannya juga mungkin sama : MATEMATIKA
ITU MEMBOSANKAN.
Mengapa ?
karena soal-soal diatas adalah soal kognitif tingkat rendah yang tak ada masalahnya. Padahal ada tiga keterampilan berpikir otak tingkat tinggi yang jarang dilatih kepada anak-anak kita disekolah dan dirumah, yaitu keterampilan berpikir tingkat kritis, keterampilan berpikir kreatif, dan berpikir memecahkan masalah. Coba bapak dan ibu bandingkan dengan soal dibawah ini :
karena soal-soal diatas adalah soal kognitif tingkat rendah yang tak ada masalahnya. Padahal ada tiga keterampilan berpikir otak tingkat tinggi yang jarang dilatih kepada anak-anak kita disekolah dan dirumah, yaitu keterampilan berpikir tingkat kritis, keterampilan berpikir kreatif, dan berpikir memecahkan masalah. Coba bapak dan ibu bandingkan dengan soal dibawah ini :
-
Kenampakan buatan yang tidak mungkin dibangun di
Kota Bogor adalah …..
-
Setelah membuka peta Sulawesi Barat, bencana
yang tidak mungkin terjadi di wilayah tersebut adalah ….
-
Ali mempunyai uang 5.000. Jika harga pinsil 500
dan harga buku 1000, berapa banyak pinsil dan buku yang dibawa Ali ….
Soal diatas membutuhkan pemikiran kritis, siswa kemudian
dipaksa berpikir kreatif, dan pada akhirnya akan mampu memcahkan masalah yang
ada di soal. Dengan terbiasa menghadapi soal-soal seperti diatas diharapkan
siswa mampu memecahkan setiap masalah yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Sebenarnya pemberian soal kognitif tingkat rendah bukanlah
kesalahan. Namun, jika cara pemberiannya yang kurang tepat maka hanya akan
menimbulkan masalah bagi anak. Bagaiman rasanya, jika bapak dan ibu minum obat
dalam jumlah yang terlanjur banyak ? Tentu jadi masalah bukan.
Bayangkan bagaimana lelahnya otak anak bekerja. Disekolah ia
mendapat 40 soal matematika, 40 soal IPS, 40 soal IPA, 40 soal PAI. Sore hari
anak harus les dan mengerjakan puluhan soal lainnya. Malam hari dirumah bapak
dan ibu memaksa anak untuk kembali belajar menghafal apa yang sudah ia pelajari
disekolah. Maka apa yang akan terjadi ? Otak anak telah mendapat ancaman
serius. Padahal menurut Dr. Paul Mac Lean dan Dr. Daniel Goleman, ketika otak
telah mendapat acaman atau tekanan, kapasitas saraf untuk berfikir rasional
akan mengecil, gejala inilah yang dalam dunia psikologi familiar disebut downshifting
cognitive. Ancaman yang terjadi pada gejala ini tidak main-main. Akibat
tekanan kognitif yang berlebihan, anak akan mengalami kejenuhan dalam belajar,
kehilangan semangat belajar, mematikan respon anak, dan menurunkan kemampuan berfikir
anak.
Mengharapkan anak untuk cerdas secara kognitif itu sah-sah
saja. Bahkan sebuah keharusan. Akan tetapi menempatkan kecerdasan kognitif
anak, terlebih kecerdasan kognitif tingkat rendah diatas segala-galanya akan
menjadi boomerang bagi anak. Terlebih ada dua kecerdasan lain yang akan turut
menentukan sukses si anak di kehidupan sebenarnya di masyarakat, yaitu
kecerdasan dalam berperilaku (afektif)
dan kecerdasan dalam menghasilkan suatu karya atau produk (psikomotorik).
Masih ingatkan bapak dan ibu tentang sebuah film yang
berjudul lascar pelangi ? Ingat tokoh Kucai ? Hebat dalam pelajaran apa ia
disekolah ? Tak ada. Ia hanya hebat dalam satu hal : memiliki kemampuan
berperilaku paling kuat dibandingkan teman-temannya serta mampu menghasilkan
komunikasi publik yang baik didepan teman-temannya. Itu sebabnya Sang Ibu Guru
tak pernah rela melepaskan jabatan ketua kelas kepada siapapun termasuk kepada
ketiga murid yang katanya paling pintar dikelas, Lintang, Mahar, dan Ikal. Jadi
apa Kucai kini ? Ketua Komisi A DPRD
Belitung Timur dari Partai Bulan Bintang.
Sekali lagi bapak dan ibu, cerdas secara kognitif adalah
keharusan, tetapi bukanlah segala-galanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar